Jumat, 28 Juli 2017

Polman Patron Demokrasi Sulbar


Polewali Mandar dalam wilayah Sulawesi Barat adalah daerah yg paling strategis, daerah yg terpadat penduduknya serta daerah yg telah melahirkan para tokoh yg berhasil mencetuskan Wilayah Barat Sulawesi yg dinamakan SULAWESI BARAT.

Polman sebagai Patron Demokrasi di Sulbar tentu masyarakatnya harus lebih dewasa menilai bahkan menentukan siapa figur yg mampu membawa perubahan 5 hingga 100 tahun kedepan.

Faktanya hari ini polman dalam pembangunannya mengalami kemandekan bahkan stagnasi, penilaian ini bukan karena tdk adanya pembangunan yg dilakukan Bupati (AIM) tetapi pembangunannya tdk memiliki inovasi,

pembangunan tentu harus dirasakan mamfaatnya semua kalangan dan menyentuh seluruh wilayah yg ada dalam naungannya.

pembangunan tsb tdk hanya berupa Fisik, karena dalam IPM bahkan predikat yg diraih Polman hari ini sebagai daerah tertinggal (miskin, bodoh dsb) adalah predikat yg sangat memalukan. maka yg dibutuhkan adalah sejauh mana kepedulian pemerintah dalam pembangunan SDM?

Untuk itu perlu kita lebih banyak berpikir objektif akan kepentingan universal bukan hanya dasar kepentingan pribadi, yg dimana ketika telah mendapatkan sesuatu dari pemerintah lantas kita puas dengan hal tersebut bahkan merefresentasikan kepuasan pribadi sebagai kepuasan halayak.

tentu ini adalah pemikiran yg keliru dan perlu di refres kembali. barometer keberhasilan pembangunan yg sukses adalah ketika pembangunan itu terlihat eksistensinya dan dirasakan esensinya oleh semua Rakyat.

Untuk mendiskusikan tentg Polman mari Gabung di Grup
Pilkada Polman 2018 "Polman Mencari Pemimpin"

Daya Tarik Partai Golkar

Tahapan Pilbup Polman blm dimulai, tapi telah banyak riak tentang calon bupati yg di anggap ideal masing masing pendukungnya,
salah satunya incumbent Bupati Polman AIM yg kembali mendaftarkan diri sbagai calon bupati di partai Golkar, pendaftaran AIM di partai Golkar dinilai Banyak kalangan sebagai sikap yg inkonsisten.

sikap yg di ambil AIM yg dinilai inkosisten ini karena beberapa waktu lalu pada tahapan Pilgub Sulbar AIM memilih keluar dan mengeluarkan statemen untuk tdk akan membiarkan lagi partai beringin berkembang (besar) di Polman,

statemen ini yg mengundang banyak tanggapan setelah AIM kembali mendatangi kantor Golkar untuk di usung sbagai Calon Bupati, pro dan kontra atas sikap politik ini juga di alamatkan pada partai Golkar yg membuka ruang pada Figur yg telah mencelah partai tsb.

Ruang Demokrasi tdk membatasi siapapun untuk maju sbagai Bupati baik itu dari partai manapun, hanya saja sikap jni tentu akan mendapat sanksi sosial bagi yg mengaggap ini sbagai dinamika yg buruk dlm politik,

tetapi namanya politik tdk ada yg pernah abadi, lawan jadi kawan, kawan jadi lawan, itulah rotasinya yg harus kt pahami.

apalgi yg menentukan Calon dr partai adalah DPP bukan DPD atau dpc, dpd hanya merekomendasi itupun kl rekomendasinya dijadikan acuan Untuk mnentukan kandidat.

intinya dlm politik tdk ada kepentingan masa lalu yg ada adalah kepentingan masa depan, kasi apa dapat apa, itulah gambaran politik kita, mau dihindari? tentu cukup sulit, karna syaratnya mesti dapat dukungan 20%dr total DPT sehingga bisa melenggang tanpa intervensi partai.

Kamis, 27 Juli 2017


Gelaran PIFAF dipusaran KEMISKINAN

Pelaksanaan event Internasional tidak lama lagi digelar di Kabupaten Polman, Sulawesi Barat, dengan mengangkat Ikon Budaya sebagai central kegiatan. Sebagai daerah penyelanggara kegiatan, daerah ini seakan telah hidup di atas kesejahteraan, dimana Kegiatan ini yang telah ke dua kalinya dilaksanakan oleh Pemkab Polman sejak tahun lalu.

Sedikit menilisik kebelakang, sebelum membahas anggarannya pertama kita ingin tahu bagaimana asas manfaat dari pelaksanaan event tsb. Apakah nilai budayanya telah menjadi intrumen bagi pembangunan? Atau setidaknya sejauh mana ikon budaya Mandar dikenal dan punya nilai dimata dunia?

Perubahan dan kemajuan apa yang telah diperoleh oleh daerah ini setelah pelaksanaan event di tahun lalu itu? apakah bukan hanya sekedar cerita semu? Yang efek positifnya hanya dirasakan disaaat event berlangsung beberapa hari saja, terus bagaimana setelah event tsb?

Setelah kegiatan tahun lalu, Saya mungkin tidak pernah mendengar kearifan lokal Mandar menjadi instrumen penting bagi pembangunan, saya juga tidak pernah mendengar berapa banyak eksportir yang telah diciptakan oleh daerah, secara kegiatan ini telah melibatkan beberapa negara, jadi saya menganggap pemerintah sebenarnya telah membangun pasar internasional di daerah, lalu outputnya gimana?

apakah masyarakat puas dengan prospek pembangunan budaya yang digelar ini?

Saya hanya bisa berasumsi bahwa para Turis hanya puas dengan pelayanan Pemerintah, datang dibiayai, menyaksikan panorama alam dengan nyaman, hiasan lampu kota dan alun2 serta ke arifan lokal Mandar,

Besarnya anggaran yg di alokasikan yang tentu dengan jumlah miliaran Rupiah, Keterlibatan para seniman kreatif, penggiat budaya, semuanya menjadi instrumen penting dalam kegiatan yang dinamai PIFAF tsb.

Lalu Apakah yang telah mampu dikembangkan oleh pemerintah sejak event yg digelar sejak tahun lalu itu??

Saya berpikir mungkin akan lebih subjektif, pemerintah mensupport event ini dengan segala upaya, besaran anggaran hingga tenaga profesional yang dilibatkan didalamnya, bagi masyarakat yang mandiri (konsumtif) ini adalah euforia bagi mereka untuk menikmati tampilan budaya hingga eloknya para bule, yg tentu sangat menyenangkan.

Disisi lain, rakyat yang tak dapat menikmati euforia ini butuh sentuhan pemerintah, euforia masyarakat ditengah derita masyarakat lainnya, sungguh ironi.

Sebagai asumsi masyarakat awam, kelayakan kegiatan ini tentu di ukur dari pencapaian apa yang telah diraih di tahun sebelumnya,

Kolaborasi eksekutif dengan legislatif menjadi ujung tombak dalam pembangunan, termasuk dalam gagasan dan pelaksanaan event ini, yg mungkin telah menjadi event tahunan.

Pemkab (eksekutif dan legislatif)  tentu masih bisa melihat apa yang menjadi prioritas dalam pembangunan, berapa banyak yang masih butuh sentuhan pemerintah, berapa banyak generasi yg putus sekolah, berapa banyak akses jalan yg dibutuhkan, berapa banyak lansia yg ditelantarkan, berapa banyak hasil tani yg gagal panen. Berapa banyak titik banjir yg perlu penanganan ekstra, bagaimana pegelolaan sampah yg banyak membutuhkan bak sampah,
Semuanya masih dalam jeratan KEMISKINAN ditengah euforia PIFAF yg hanya sesaat dirasakan dengan menguras anggaran miliaran rupiah.

Makassar, Kamis 27 Juli
Oleh, - Herman Kadir (Hervhol)